Ayam kampung secara umum merupakan tipe dwiguna, yaitu diambil manfaatnya sebagai penghasil daging dan sekaligus telur. Ayam kampung mempunyai banyak keunggulan di samping juga mempunyai kelemahan. Daging dan telur ayam kampung lebih disukai konsumen, karena lebih lezat dibanding daging dan telur ayam komersial. Budidaya ayam kampung lebih banyak dilakukan secara tradisonal dengan cara umbaran dan manajemen pemeliharaan seadanya. Selain itu belum banyak dilakukan program breeding untuk menghasilkan bibit ayam kampung yang mampu berproduksi telur tinggi.
Menggunakan ayam kampung sumber genetik yang ada masyarakat secara luas, ia memilih 4 jenis ayam kampung endemik Jawa Timur, yaitu ayam kampung: Putih (P), Lurik Merah (L), Wareng (W) dan ayam yang ada di sekitar Bromo-Tengger-Semeru sering disebut oleh masyarakan ayam Ranupane (R).
Ayam-ayam dari populasi dasar ini dijadikan sebagai Great Grand Parent Stock (GGPS) atau biasa disebut “kakek-buyut”. Melalui penerapan sistem perkawinan (outbreeding, crossbreeding dan reciprocal crossbreeding) dan pengaturan jalur perkawinan, GGPS ini akan menghasilkan calon Grand Parent Stock (GPS; “kakek-nenek”) yang berlanjut menghasilkan calon Parent Stock (PS; “pejantan-induk”) hingga keturunan akhir yang disebut Final Stock (FS).
Selama program breeding, mahasiswa yang akrab dipanggil pak Yatno ini melakukan seleksi dengan ketat di semua tahapan, baik dalam menerapkan metode seleksi individu, seleksi famili, maupun cage selection (metode seleksi berdasarkan petak kandang). Seleksi berdasarkan Nilai Pemuliaan (Breeding Value) dari karakteristik berat badan umur 3 bulan dan produksi telur (HDP). Estimasi mutu genetik didasarkan pada estimasi Nilai Pemuliaan yang melibatkan beberapa analisis statistik, yaitu: analisis variansi (analisis ragam; σ2), koefisien pewarisan (heritabilitas; h2), koefisien keragaman, korelasi genetik, respon seleksi (R), dan analisis yang lain. Selain itu dilakukan pengukuran pengamatan pada karakteristik kualitatif dan kuantitatif sebagai bahan informasi pendukung performans ayam.
Hasil dari kombinasi semua aktivitas breeding akan diperoleh GGPS terbaik untuk dijadikan tetua, GPS terbaik sebagai penurun Parent Stock, jenis Parent Stock terbaik sebagai penurun atau penghasil bibit Final Stock, serta ayam Final stock terbaik yang akan dipelihara sebagai penghasil telur. Dari 3 tipe perkawinan (Mating Type), Suyatno mendapati hasil bahwa Mating Type III merupakan jalur terbaik dibanding 2 Mating Type lainnya.
Pada Mating Type III yang dipilih tidak semua jalur perkawinan digunakan, tetapi hanya jalur perkawinan terbaik saja, yaitu: (1) Jalur pejantan diperoleh dari GPS P jantan x R betina yang menghasilkan calon PS-PR jantan; kemudian dari jalur induk dilakukan perkawinan antara GPS L jantan x W betina akan menghasilkan calon PS-LW betina. Setelah dilakukan seleksi ketat maka PS akan dipilih yang baik untuk disilangkan, sehingga dihasilkan FS-PRLW; (2) Jalur pejantan hasil perkawinan reciprocal crossbeeding GPS R jantan x P betina yang menghasilkan calon PS-RP jantan; sedangkan jalur induk merupakan hasil perkawinan perkawinan GPS W jantan x L betina yang hasilnya calon PS-WL betina. Hasil perkawinan dan seleksi PS RP dan LW terpilih adalah FS RPWL.
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, ia menyimpulkan bahwa melalui kombinasi kegiatan penerapan sistem perkawinan, pengaturan jalur perkawinan serta penerapan metode seleksi yang tepat seperti yang sudah dilakukan tim peneliti ternyata dapat menghasilkan strain baru Final Stock Ayam Kampung Petelur Super “UMMChick Petelur” dengan kemampuan produksi rata-rata (HDP) mencapai 58% lebih dan bahkan ada yang mencapai >76% pada saat pengukuran tertentu. Kedua Final Stock (PRLW dan RPWL) mempunyai performans HDP relatif sama setelah dilakukan Uji “t”, artinya kedua strain baru ini dapat dijadikan sebagai Final Stock Ayam Kampung Petelur Super untuk dibudidayakan sebagai penghasil telur ayam kampung.
***
*) Oleh: Suyatno, mahasiswa program studi Doktor Ilmu Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang.