Potensi Senyawa Antosianin pada Ubi Jalar Ungu dalam Pangan Fungsional sebagai Hepatoprotektor

Selasa, 27 Februari 2024 00:57 WIB

Ubi jalar ungu atau yang dalam bahasa latinnya disebut Ipomoea batatas L merupakan sumber pangan fungsional yang memiliki prospek yang menjanjikan untuk dikembangkan menjadi olahan pangan baik direbus, digoreng serta aneka kue tradisional maupun kue kekinian yang digemari masyarakat. Warna ungu dalam ubi jalar ungu tidak hanya memberikan warna yang menarik tapi memiliki khasiat sangat baik untuk kesehatan. Pigmen antosianin penyebab warna ungu pada ubi jalar ungu kultivar merupakan antioksidan alami yang sangat kuat untuk mencegah dan menghilangkan radikal bebas yang terdapat didalam tubuh salah satunya adalah sebagai hepatoprotektor (perlindungan hati). 

Sebagai bahan baku pembuatan aneka jenis kue pemanfaatan ubi jalar ungu dalam bentuk segar relatif kurang efisien karna tidak bisa disimpan lama dan butuh tempat simpan yang baik sehingga alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan menjadikan ubi ini menjadi tepung. Permasalahan yang sering terjadi pada proses penepungan adalah menurunnya komponen gizi dan kandungan antosianin dalam ubi jalar ungu akibat adanya proses pemanasan. Oleh karena itu perlu cara dan suhu yang tepat  untuk mempertahankan dan meminimasi kehilangan komponen gizi dan antosianin yang terkandung dalam ubi jalar ungu. 

 

Tertarik akan potensi antosianin dan cara pngolahan yang meminimaliir hilangnyakomponen gizi yang ada pada ubi jalar ungi ini membuat Siti Farida, salah satu mahasiswa program Doktor Ilmu pertanian Universitas Muhammadiyah Malang ini mengangkat tema tersebut menjadi sebuah penelitian. Menggunkan ubi jalar ungu yang sudah dipilah menjadi jenis kultivar Antin 2 dan Antin 3, ia membagi tahap penelitiannya menjadii empat tahapan.

Tahap pertama adalah proses pengeringan menggunakan cabinet dryer  dengan variasi suhu berbeda mulai 40°C, 50°C dan 60°C . Ia memilihan metode penepungan dengan cabinet dryer karena memiliki kelebihan dibandingkan pengeringan menggunakan sinar matahari dan pengering lainnya. Hal ini disebabkan penggunaan suhu bisa diatur, lebih efisien  dan dapat terbebas dari kotoran dan kontaminan. Setelah itu dilakukan pengukuran. 

 

Tahap kedua adalah dilakukannya karakterisasi antosianin untuk mengidentifikasi gugus fungsi, dan mengidentifikasi jenis-jenis antosianin yang ada pada ubi jalar ungu. Tahap selanjutnya adalah pemanfaatan tepung ubi jalar ungu hasil terbaik dari penelitian tahap pertama sebagai pangan fungsional dalam bentuk olahan puding. Siti menggunakan metode penilaian terhadap tingkat kesukaan konsumen terhadap puding menggunakan hedonic scale secara  organoleptik  terhadap rasa, warna, aroma dan tekstur. Sedangkan pada tahap akhir ia menguji potensi antosianin dalam ubi jalar ungu sebagai hepatoprotektor menggunakan tikus putih berumur 2,5 sampai 3 bulan sebagai media percobaan. Penggunaan tikus putih dalam penelitian ini memiliki kelebihan dibandingkan hewan uji yang lain yaitu harga relatif murah, bisa diupayakan pemakaian dalam jumlah banyak, bersifat homogen, serta penanganan dan perawatannya relatif mudah. Parameter yang diamati dalam uji hepatoprotektor dari pigmen antosianin ubi jalar ungu adalah kadar SGPT dan SGOT pada darah tikus putih yang telah diinduksi dengan parasetamol dosis akut.

Melalui hasil tahapan yang sudah dilakukan, Siti mendapati hasil dimana kultivar dan suhu pengeringan mempengaruhi proses pembuatan tepung ubi jalar ungu.  Kultivar Antin 3 dimana hasil penepungan pada suhu 40OC diketahui menghasilkan komponen gizi, kandungan total dan aktivitas antioksidan yang lebih baik daripada kultivar Antin 2 pada variasi suhu yang berbeda. 

Selain itu, hasil olahan tepung yang dijadikan puding dengan penambahan ubi jalar ungu kultivar Antin 3 disukai oleh konsumen dan mampu menurunkan kadar SGPT sebesar 34,5% - 44,5 % dan SGOT sebesar 53,6 – 56, 5% pada darah tikus putih galur Wistar. Hal ini mengindikasikan bahwa tepung ubi jalar ungu kultivar Antin 3 yang mengandung pigmen tinggi kondisi segar sebesar 240,71 mg/100 g dan dalam tepung hasil pengeringan 40OC sebesar 66,91 mg/100 gram memiliki potensi  sebagai hepatoprotektor.

Dari penelitian ini Siti Farida berharap pada peneliti berikutnya untuk dapat melakukan pembuatan pigmen antosianin sebagai pewarna alami yang kaya antioksidan, yang bisa berupa ekstrak pekat, bubuk pigmen atau formula produk lainnya. Selanjutnya pemanfaatan ekstrak pigmen antosianin sebagai pewarna beragam produk pangan (makanan-minuman), juga sebagai bahan sediaan obat-obatan, kosmetik dan suplemen Kesehatan, serta pemanfaatan tepung ubi jalar ungu kultivar Antin 3 bagi kebutuhan industri sehingga dapat diaplikasikan pada aneka produk potensial yang digemari masyarakat.

*) Oleh: Siti Farida, mahasiswa program Doktor Ilmu pertanian Universitas Muhammadiyah Malang.

Shared: